MUTIARA WEDA: Yoga di Hari Nyepi

ilustrasi foto

Bagikan

MUTIARA WEDA: “Yoga di Hari Nyepi”
“shauchasantoshatapahsvadhyayeshvarapranidhanani
niyamah”

Kesucian, kepenuhan, hidup sederhana, belajar tentang diri dan berserah kehadapan Tuhan adalah niyama

Secara esensi perayaan Nyepi dengan Catur Brata Penyepiannya sesungguhnya mengajak masyarakat untuk beryoga. Amati Karya, amati gni, amati lelungan, dan amati lelanguan, disamping memiliki arti tekstual juga mengandung makna meta-tekstual. Secara tekstual amati karya berarti menghentikan sementara segala bentuk pekerjaan, amati gni artinya tidak menyalakan api, amati lelungan berarti tidak bepergian, dan amati lelanguan berarti pantang menikmati segala jenis kenikmatan inderawi. Sementara meta-tekstual merupakan makna yang sebenarnya dari perayaan Nyepi, yakni, amati karya, artinya menyelaraskan diri dengan prinsip kerja semesta sehingga tampak tidak ada aktifitas bagi sang ego; amati gni berarti mengamati secara seksama segala bentuk yang mampu membakar yang muncul dari dalam diri seperti kemarahan, keserakahan dan yang sejenisnya; amati lelungan artinya tidak lagi menyia-nyiakan waktu dengan pergi kesana kemari tidak jelas, melainkan mesti fokus pada Sang Diri yang ada di dalam; dan amati lelanguan artinya tidak larut dan terjebak di dalam kenikmatan duniawi, melainkan fokus pada kebahagiaan sejati yang ada di dalam.

Makna meta-tekstual inilah Yoga, dan perayaan Nyepi merupakan sebuah momentum untuk mengingatkan kembali pada diri tentang seberapa besar intensitas kita melaksanakan semua itu. Perayaan Hari Raya Nyepi tidak ubahnya seperti jadwal evaluasi diri, memberikan nilai sampai tahap mana perkembangan diri kita selama ini, menilai berapa persen peningkatan yang terjadi dari perayaan sebelumnya. Jika makna ini diikuti, tentu Nyepi adalah Yoga itu sendiri atau menjadikan prinsip-prinsip Nyepi bisa dipraktikkan dalam keseharian. Lalu, ketika ada wacana pada saat Hari Raya Nyepi mesti melaksanakan Yoga, itu mengindikasikan bahwa masyarakat merayakan hari Raya Nyepi tidak sebagai momentum evaluasi diri, melainkan sebuah perayaan yang menghadirkan pesta-pesta. Artinya, masyarakat lebih memilih pesta ketimbang mengevaluasi dirinya. Justru ketika momentum evaluasi diri itu datang mereka melupakannya dan larut dalam pesta.

Jika ini yang terjadi, tentu sebagai konsekuensinya adalah hadirnya banyak sampah. Oleh karena sebuah pesta, tentu di dalamnya ada sebuah jamuan atau hidangan, dan setelah itu yang banyak tersisa adalah sampah. Demikian juga oleh karena tidak melakukan aktivitas di luar rumah, dan untuk mengisi waktu kosong di rumah, kita lalu menyibukkan diri di sosmed. Kita meng-upload berbagai foto dan tulisan yang sebenarnya tidak terlalu urgent untuk diketahui khalayak. Terkadang, oleh karena terlalu banyaknya beraktifitas di sosmed, orang kemudian menilai bahwa apa yang diunggah di sosmed itu tidak berbeda dengan sampah, dan mereka mulai terganggu. Perilaku kita kemudian menghasilkan banyak sampah, tidak hanya sampah dunia nyata, tetapi juga sampah dunia maya. Perayaan Nyepi kemudian dijadikan arena untuk menghasilkan sampah-sampah tersebut.

Pada hakikatnya baik sampah nyata maupun sampah dunia maya sesungguhnya bersumber dari satu, yakni sampah pikiran. Orang yang pikirannya penuh sampah akan susah diajak hidup bersih. Orang yang tidak bisa hidup bersih tidak akan mungkin melakukan yoga, sebab salah satu kriteria dari orang yang tekun di dalam Yoga adalah saucam, yakni kebersihan baik fisik maupun mental. Maka dari itu, benang kusut yang hampir tidak pernah selesai mengenai permasalahan sampah terjadi oleh karena solusi yang ditawarkan tidak langsung ke akar. Jika ada sampah, orang diajak membersihkannya saja, tetapi masyarakat tidak pernah diajak menyadari betapa hidup bersih itu penting. Hasilnya, lingkungan bisa bersih hanya sementara, sebab segera setelah itu masyarakat akan kembali mengotorinya.

Apalagi sampah dihasilkan pada saat rangkaian Hari Raya Nyepi yang notabene bersumber dari bekas upakara. Masyarakat semestinya pada momen ini benar-benar diajak beryoga sehingga kesadarannya meluas. Semakin luas kesadaran seseorang, semakin sensitive kehidupannya. Orang yang sensitive akan selalu mengutamakan kebersihan, sebab, buah dari kesadaran adalah kehidupan yang murni/ bersih lahir dan bhatin. Mengapa yoga? Sebab yoga adalah salah satu teknik yang langsung bekerjanya pada ranah mental dan tentunya berpengaruh langsung pada kesadaran.

Masalahnya, bagaimana caranya meyogakan masyarakat pada Hari Raya Nyepi?

Ini permasalahan yang tidak gampang. Rasanya mustahil mengajak orang untuk melaksanakan Yoga jika mereka yang sama sekali tidak pernah mengenal Yoga. Tidak mungkin rasanya secara tiba-tiba mengajak orang yang tidak pernah berpikir tentang ketenangan pikiran lalu diajak menenangkan pikirannya dengan cara meditasi atau teknik yoga lainnya. Oleh karena itu, gerakan hidup bersih mesti harus terus-menerus digaungkan dan bersamaan dengan itu Yoga harus dikenalkan kepada masyarakat secara luas. Dari kedua metode ini tentu diharapkan nantinya bisa bertemu di tengah-tengah, sebab menumbuhkan kesadaran itu muncul dari dalam dan membiasakan hidup bersih itu muncul dari luar. Dengan ini, orang kemudian sadar hidup bersih, bukan dipaksa hidup bersih.

Saat ini pemerintah dan beberapa masyarakat yang sadar telah berupaya untuk menemukan solusi yang jitu bagaimana caranya mengatasi sampah upakara yang terus-menerus disorot belakangan ini. Beberapa solusi telah diberikan dengan cara seperti menyediakan tong sampah di areal Pura, ngayah mabersih, dan yang lainnya. Hal itu tentu berdampak positif tampak saat semakin banyaknya orang mulai bisa diketuk hatinya untuk melakukan hal yang sama. Hanya saja, solusi tersebut baru menyasar pada sampahnya. Sebagaimana yang telah disampaikan di atas, kesadaran masyarakat sangat penting untuk dibangun. Mengajak masyarakat untuk melihat kebiasaannya tersebut sangat urgent dan kemudian mengubahnya ke arah yang lain. Yoga tentu mampu memberikan banyak andil untuk ini.

I Gede Suwantana (sumber : https://www.nusabali.com/)
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
Search

Berita Terbaru

Berita Kampus

Artikel

Vidyottama Sanatana

International Journal of Hindu Science and Religious Studies (pISSN: 2550-0643 and eISSN: 2550-0651)

Artikel Ilmiah Prodi S3

Artikel Ilmiah Program Studi Ilmu Agama Pascasarjana UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar

Pengumuman